nav#menunav { border-bottom: 1px solid #e8e8e8; }

Pengalaman Menemani Anak Yang Sakit

Curhatan ini terinspirasi dari ketidaksengajaan membuka grup tumbuh kembang anak dalam sebuah medsos. Ada seorang ibu yang menanyakan tips menangani anak yang sedang kesakitan plus fotonya tanpa sensor, dan memang pertanyaannya mengundang kisruh. Lebih tepatnya netizen gemas, udah tau sakit kok sempat-sempatnya difotoin dan nanya di medsos, kenapa tidak langsung dibawa ke dokter atau Rumah Sakit terdekat.

Ada satu komentar yang menarik perhatianku. "Bun, Pliz deh jadi ibu harus cerdas dong. Jangan cuma hapenya aja yang pinter." Sebenarnya komentar serupa otomatis keluar dalam benakku ketika membaca pertanyaan si ibu tersebut. Kan sekarang mah jaman hape canggih, apa-apa tinggal nanya sama mbah gugel pasti ada banyak informasi di sana. Webinar-webinar tentang kesehatan bejibun. Kok bisa ya ada ibu yang hal begitu aja (versiku) masa gak tau sih.

Tapi, ketika baca komentar langsung seperti itu dari orang lain kok jadi merasa bersalah ya? Kita kan gak tau kondisi ibu tersebut seperti apa. Rasanya gak bijak menjudge langsung apalagi dengan kata-kata yang sarkas membuat ibu tersebut down.

Aku jadi teringat masa dulu awal memiliki anak pertama. Selama kehamilan sambil menggarap skripsi, aku rajin membaca puluhan hingga ratusan artikel terkait kehamilan, ASİ, kesehatan anak, Parenting, dan banyak topik lainnya. Selain dari internet, aku juga membeli beberapa buku sebagai bekal persiapan serta melakukan banyak diskusi dengan teman-teman dokter/bidan/perawat.

Ketika masanya tiba aku menjadi seorang ibu, ada fase dimana ilmu yang kubaca seolah lenyap. Misal ketika kondisi anak sakit, saking panik dan bingung ditambah kondisi fisik yang lelah akibat kurang tidur atau konsumsi makanan yang tidak selera. Kalau kata Dr Aisyah Dahlan, rasa panik dan takut sangat berpengaruh dalam menurunkan kecerdasan. 

Kondisinya padahal secara keilmuan aku udah sempat mempelajari, tinggal proses mengaplikasikan dalam realita. Nah, aku jadi berprasangka baik dulu, mungkin ibu tersebut sedang panik sehingga menurunkan kecerdasannya ke tingkat terbawah. Ditambah sebelumnya belum sempat mengkaji perbekalan keilmuan, lah yang udah sempat mengkaji aja bleng kan ya kalau lagi panik. Hehehe... Atau bisa juga tidak memiliki HP yang memadai dalam mengakses beragam keilmuan.

Anak sakit itu hal yang menakutkan bagiku. Waktu Syakira berusia 9 bulan, pernah opname karena dalam 5 hari demam naik turun sampai akhirnya disarankan opname ketika suhu mencapai 39.5 derajat padahal sehari sebelumnya udah mendekati normal. Beruntung kuat sampai tidak kejang.

Waktu itu posisi aku dan suami sedang LDR. Aku di Garut dan suami masih kuliah di Yogyakarta. Beberapa hari di rawat Alhamdulillah sembuh, dan setelahnya hingga usia 2 tahun ada aja demam-demam tinggi meski tidak sampai di opname. Alhamdulillah sekarang menjelang usia 9 tahun relatif stabil imunitasnya dan termasuk jarang sakit.

Cerita Muiz waktu usia 14 bulan terasa lebih epik dan mendalam. Sempat divonis tumor, melakukan proses Biopsi, hingga fase dimana dokter sudah pasrah ketika Muiz tidak merespon apapun, "İbu, Bapak, ini tinggal menunggu waktu saja," Sampai aku tuliskan kenangan menemani Muiz melawan sakit dalam sebuah buku antologi. İnsya Allah lain waktu aku akan coba repost di Blog ini.

Foto diambil tahun 2018 di Depan Masjid Hagia Sofia, Turki. Jadi bukunya duluan yang udah pernah ke Turki, penulisnya baru bisa menyusul 3 tahun kemudian. Hehe..

Muiz sekarang menjelang usia 6 tahun. Alhamdulillah imunitasnya semakin meningkat, kalau sakit sedikit aja tingkat waspada suka langsung siaga, mungkin riwayat sakit parah jadi sedikit lebih khawatir.

Muadz sekarang menjelang usia 2 tahun. Meski kehamilannya dirasa paling payah, setelah lahir Alhamdulillah termasuk jarang sakit, kalaupun sakit akan segera membaik. Semoga selalu sehat.

Nah, apapun sakit yang dialami oleh anak-anak, ada tips dari aku nih semoga bermanfaat.

1. Selalu berdoa kepada Allah meminta kesembuhan.

2. Tetap tenang ya. Jangan panik! ingat panik bisa menurunkan kecerdasan.

3. Berikan penanganan pertama. Nah, meski İbu bukan seorang dokter, tapi ibu harus berusaha banyak belajar tentang ilmu kesehatan. Supaya bisa melakukan pertolongan pertama berdasarkan keilmuan, bukan berdasarkan katanya katanya dengar dari orang tanpa sumber yang jelas. 

4. Konsultasikan kepada ahlinya. Jangan mentang-mentang udah belajar banyak, İbu merasa pintar bisa mengatasi sakit anak. Tetap konsultasi ya bu, supaya kita dapat arahan yang sesuai. Soalnya banyak juga nih kasus begini. Anak sakit berminggu-minggu tetap ditangani sendiri.
 
5. Tingkatkan kewaspadaan dan kepekaan dalam setiap perubahan kondisi yang terjadi. 

Semoga anak-anak senantiasa Allah jaga kesehatannya. Untuk ibu-ibu yang sedang berjuang menemani anak-anaknya yang sedang sakit, tetap semangat ya bu. Tak ada beban yang diberikan melebihi kemampuan kita. Stay Strong dan terus jaga kesehatan diri biar kuat merawat anak-anak hingga tumbuh dewasa menjadi anak shaleh, cerdas, sehat, bermanfaat bagi masyarakat. 




Related Posts

There is no other posts in this category.

1 komentar

  1. Masya Allah..cerita nya luar biasa sekali. Memang menjadi ibu itu...sesuatu yang luar biasa.

    BalasHapus