"Wow, kamu tinggal di Turki ya? Keren banget!"
"Wah kamu hebat deh! jadi pengen kaya kamu."
"Aku iri deh sama kamu."
"Kepengen banget tinggal di Turki kaya kamu."
"Wah, enak banget ya jadi kamu. Tinggalnya di Turki cuy!"
Kira-kira seperti itu lah kalimat-kalimat yang sering terdengar akhir-akhir ini. Dan, hal itu juga yang sering kulontarkan ketika melihat orang lain yang tinggal di Luar Negeri. Membayangkan ingin seperti mereka dan rasanya keren banget kalau sudah pergi ke Luar Negeri.
Sejak kecil selalu bermimpi ingin merasakan tinggal di luar negeri, merasa akan mendapatkan banyak pengalaman dan kalau lihat di TV sepertinya terlihat lebih nyaman. Terlebih lagi, di Turki ada musim dingin, artinya bakal main salju dong. Pokonya, wes dah gak sabar aja bawaannya ingin main-main sama boneka salju.
Tapi, setelah sekarang merasakan tinggal di Turki, gimana perasaannya pertama kali tinggal di Turki?
Baiklah, aku ingin curhat curcol gimana rasanya tinggal di sini. Alhamdulillah pastinya sangat bersyukur Allah kabulkan semua mimpi yang pernah dilangitkan. Tapi, yang pasti kesan pertama adalah TAK SE-ENAK YANG DİBAYANGKAN 😅
Harus LEBIH kuat, struggle, tangguh 💪💪💪
Awal kedatangan kami adalah tanggal 5 Maret 2021. Disambut dengan cuaca yang begitu dingin di angka 1 •C hingga rasanya bukan sekadar menembus pori-pori. Tapi, hingga tulang belulang terasa begitu ngilu. Padahal musim dingin harusnya sudah berlalu, tapi memang tahun ini termasuk musim dingin terpanjang.
İtu bukan puncak musim dingin yang bisa sampai minus •C nya. Tapi, tetap aja bikin shock karena biasa merasakan cuaca Bekasi yang panas di angka 30-33•C. Kalau keluar rumah pakai baju bukan hanya double tapi bisa triple, jangan coba-coba buka sarung tangan karena tangan langsung serasa beku susah digerakkan.
Hingga akhir Maret kedatangan salju benerapa kali. Namun, karena kondisi kami yang masih adaptasi, hanya di awal saja excited berasa nora pegang-pegang salju. Hahaha.. Tapi, kalah juga dengan rasa dingin yang tak bisa dihadapi dengan santuy. Nyatanya, aku dan anak-anak sempat bergantian mimisan karena kurang tahan dengan dingin.
dok pribadi Keluarga Lesung. Pemandangan jendela langsung terlihat Miniatürk, İstanbul, yang penuh hamparan salju dan masih turun cukup deras. Abis subuh, anak-anak baru pada bangun.
Belum lagi urusan lidah yang seleranya sangat jauh dari lidah Turki. Awal-awal sering kelaparan, bukan karena gak ada makanan, tapi lidah sulit menerima makanan sini. Hehe.. maklum lah ya, aku main gak pernah jauh, makanan tahunya cuma itu-itu aja.
dok pribadi Keluarga Lesung. Namanya Pide. Lidah masih sulit menerima, sambal terasi ini cukup menyelamatkan selera makan. Hehe..
Belum lagi kekagetan lainnya terkait adaptasi jam biologis, aktifitas yang berbeda, bahasa belum lancar, anak-anak cukup lama merasakan homesick, perbedaan budaya dan masih banyak lagi cerita lainnya. Moga lain waktu bisa kutuliskan di sini.
1 komentar
Masyaallah, ditunggu curcor selanjutnya...
BalasHapus